Informatika.umsida.ac.id – Penggunaan masker wajah telah menjadi kebutuhan utama selama pandemi COVID-19 dan tetap relevan bahkan setelah pandemi mereda. Selain mencegah penyebaran penyakit, masker juga melindungi dari polusi udara yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan. Data menunjukkan bahwa lebih dari 500 juta kematian dini per tahun disebabkan oleh paparan polusi udara, terutama di kota-kota besar atau kawasan industri. Masker menjadi alat perlindungan penting yang membantu mengurangi dampak tersebut.
Salah satu tantangan utama adalah memastikan konsistensi, terutama di tempat dengan risiko tinggi. Deteksi manual tidak efektif, terutama dalam situasi dengan banyak individu. Oleh karena itu, penelitian modern menggunakan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk mendeteksi penggunaan masker. Teknologi ini tidak hanya membantu dalam pengawasan, tetapi juga memberikan peringatan otomatis bagi mereka yang tidak memakai masker dengan benar.
Baca Juga: Tim Abdimas Umsida adakan Pelatihan dan Pengelolaan Website untuk IGABA Sidoarjo
Teknologi YOLO v5 untuk Deteksi Masker
YOLO v5 adalah teknologi canggih yang dirancang untuk mendeteksi objek, termasuk masker wajah, dengan efisiensi tinggi. Teknologi ini menggunakan jaringan saraf tunggal untuk menganalisis gambar, memprediksi keberadaan objek, dan menghasilkan bounding box dalam satu langkah. Ini membuat YOLO lebih cepat dibandingkan metode lain seperti R-CNN yang membutuhkan lebih banyak tahapan untuk memproses gambar.
Dalam penelitian ini, digunakan varian YOLO v5 yang disebut yolov5s, yang dikenal lebih ringan dan hemat sumber daya. Algoritma ini membagi gambar menjadi beberapa area yang lebih kecil dan mengevaluasi setiap area berdasarkan probabilitas objek. Dengan pendekatan ini, YOLO mampu mendeteksi berbagai jenis penggunaan masker, termasuk masker yang digunakan secara salah (mask_weared_incorrect).
Keunggulan YOLO v5 terletak pada kemampuannya menangani data dengan resolusi tinggi tanpa mengorbankan kecepatan proses. Penelitian ini menunjukkan bahwa konfigurasi model yang optimal dapat meningkatkan akurasi deteksi hingga mencapai mAP@50 sebesar 86%, sekaligus menjaga waktu komputasi tetap efisien.
Metode Penelitian dan Evaluasi Model
Penelitian ini menggunakan dataset yang dikumpulkan dari platform Kaggle. Dataset ini terdiri dari tiga kelas: with_mask (menggunakan masker dengan benar), without_mask (tanpa masker), dan mask_weared_incorrect (penggunaan masker yang salah). Total terdapat 4.072 data pelabelan yang diproses, termasuk anotasi untuk setiap wajah pada gambar. Data ini kemudian diubah ke dalam format .txt yang sesuai dengan kebutuhan YOLO v5.
Tahapan penelitian meliputi pembagian dataset menjadi data pelatihan (80%) dan validasi (20%), pelatihan model dengan berbagai kombinasi parameter, serta evaluasi hasil. Parameter yang diatur meliputi ukuran gambar (416 dan 640), batch size (8, 16, 32, 64), dan jumlah epoch (120 dan 170). Hasil pelatihan menunjukkan bahwa konfigurasi img 640, batch 8, dan epoch 120 memberikan hasil terbaik dengan akurasi mAP@50 sebesar 86%.
Namun, penelitian ini juga mengungkapkan temuan menarik: model dengan akurasi lebih rendah (81%) terkadang memberikan hasil deteksi yang lebih akurat pada kasus-kasus tertentu. Misalnya, objek dengan bentuk yang menyerupai masker, seperti topi atau benda lainnya, cenderung dideteksi secara salah oleh model dengan akurasi tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa akurasi tinggi tidak selalu menjamin kebenaran deteksi yang lebih baik.
Manfaat, Tantangan, dan Implikasi Teknologi
Teknologi deteksi masker memiliki manfaat besar, terutama di lingkungan dengan risiko tinggi seperti kawasan industri dan kota besar. Sistem ini dapat membantu melindungi pekerja dari bahaya debu dan polusi udara, serta mendukung implementasi protokol kesehatan di tempat umum. Misalnya, di sektor pengolahan kayu, debu yang dihasilkan selama proses produksi dapat menyebabkan gangguan pernapasan jika tidak ditangani dengan baik.
Namun, penelitian ini juga mengidentifikasi beberapa tantangan, terutama ketidakseimbangan data dalam dataset. Sebagian besar data dalam penelitian ini berasal dari kelas with_mask (79%), sementara kelas without_mask hanya 18%, dan kelas mask_weared_incorrect hanya 3%. Ketidakseimbangan ini dapat memengaruhi kemampuan model untuk mendeteksi objek dari kelas minoritas.
Untuk mengatasi masalah ini, langkah selanjutnya adalah memastikan dataset yang lebih seimbang dan representatif. Selain itu, algoritma YOLO v5 dapat terus dikembangkan untuk meningkatkan sensitivitasnya terhadap kasus-kasus kompleks, seperti objek dengan bentuk mirip atau penggunaan masker yang tidak sempurna.
Di masa depan, teknologi ini dapat diintegrasikan ke dalam sistem pengawasan berbasis CCTV untuk meningkatkan kepatuhan terhadap penggunaan masker. Sistem ini juga dapat digunakan dalam aplikasi kesehatan masyarakat untuk melacak kepatuhan di area dengan polusi tinggi, sehingga membantu mengurangi risiko kesehatan masyarakat.
Deteksi wajah berbasis YOLO v5 menunjukkan potensi besar dalam menghadapi tantangan kesehatan modern. Dengan konfigurasi yang tepat, teknologi ini dapat memberikan akurasi tinggi dan kecepatan deteksi yang luar biasa. Meskipun terdapat beberapa tantangan, seperti ketidakseimbangan dataset, langkah-langkah ke depan dapat difokuskan pada peningkatan kualitas data dan pengembangan algoritma.
Hasil penelitian ini memberikan dasar yang kuat untuk implementasi sistem deteksi masker di berbagai lingkungan. Selain mendukung kesehatan masyarakat, teknologi ini juga berkontribusi pada pengurangan risiko yang disebabkan oleh polusi udara dan penyebaran penyakit menular. Dengan inovasi yang terus berlanjut, deteksi otomatis seperti ini akan menjadi elemen penting dalam manajemen kesehatan global.
Sumber: FACEMASK DETECTION USING YOLO V5
Penulis: Ifa